-
Sejarah Indonesia dalam upayanya melepaskan diri dari jeruji penjajahan merupakan perjalanan yang panjang. Begitu banyak lika-liku yang dilalui oleh para pahlawan kita. Salah satu peristiwa monumental dalam perjuangan Indonesia melawan penjajahan adalah penangkapan Pangeran Diponegoro oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Letnan Jenderal De Kock. Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh adalah salah satu mahakarya yang menyatukan perjalanan sejarah dengan kepekaan seni. Karya ini menjadi salah satu mahakarya dari seniman ulung Raden Saleh.
Menelisik Lebih dalam Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro
Jika anda tertarik pada perpaduan antara keindahan visual dan narasi perjuangan bangsa, karya ini sangat layak ditelusuri lebih dalam. Lukisan ini bukan sekadar cat minyak di atas kanvas, melainkan sebuah “teks visual” yang berbicara tentang kemarahan, pengkhianatan, hingga harapan akan kebebasan. Simak beberapa fakta menarik dari lukisan tersebut!
1. Latar Sejarah dan Motivasi Si Pelukis
Lukisan monumental ini diselesaikan oleh Raden Saleh pada tahun 1857, sekitar dua puluh tahun setelah Perang Jawa berakhir. Pada saat itu Pangeran Diponegoro telah ditangkap akibat tipu daya Gubernur Jenderal Belanda, Jenderal De Kock, dalam proses perundingan yang ternyata adalah jebakan untuk Pangeran Diponegoro. Peristiwa ini kemudian diabadikan menjadi sebuah karya lukis oleh pelukis Belanda, Nicolas Pieneman, dalam karyanya yang berjudul Penyerahan Diri Diponegoro pada tahun 1835.
museumdiponegoro.com
Versi karya yang dilukis oleh Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan raut wajah dan gestur tubuh yang pasrah, tunduk, bahkan terlihat seakan ia menyerahkan dirinya secara sukarela kepada pihak Belanda. Narasi ini terpampang jelas keberpihakan pada kolonial. Raden Saleh, yang saat itu menimba ilmu seni di Eropa, merasa perlu meluruskan citra sejarah tersebut. Ia menghadirkan versinya sendiri, yang menunjukkan Pangeran Diponegoro tidak menyerahkan dirinya sendiri, tidak tunduk, melainkan ia ditangkap secara paksa, dengan gestur tubuh dan raut wajah yang menahan amarah, ketegaran yang terpancar, serta menolak dijatuhkan kehormatannya. Di sinilah lukisan Raden Saleh Diponegoro menjadi bentuk perlawanan visual terhadap narasi kolonial.
Baca juga, 5 Tips Ruangan Tampil Cantik dengan Lukisan Simple Aesthetic
2. Gaya & Dialog Antar Pelukis
commons.wikimedia.org
Lahirnya dua versi karya akan satu peristiwa menjadi daya tarik sendiri, karya ini seolah merupakan “dialog” antara Raden Saleh dan Pieneman. Bila Pieneman menempatkan Diponegoro di posisi rendah, Raden Saleh justru membuatnya berdiri tegak, menatap garang, penuh perlawanan. Kepala tokoh-tokoh Belanda yang digambar dengan ukuran besar oleh Saleh memberi kesan raksasa arogan yang menindas, namun dalam konteks visual terasa menakutkan sekaligus kaku. Ini merupakan sebuah kritik subtle terhadap dominasi kolonial pada masa itu.
Baca juga, Dramatis, Ini 5 Contoh Lukisan Aliran Romantisme Populer!
3. Sentuhan Personal Pelukis
commons.wikimedia.org
Raden Saleh memberikan “tanda tangan”nya pada lukisan ini dengan cara yang cukup unik. Ia menghadirkan dirinya sendiri dalam bentuk lukisan sebagai salah satu pengikut Diponegoro yang turut hadir dalam peristiwa penangkapan tersebut. Kehadirannya dalam lukisan tersebut menekankan bahwa ia bukanlah sekadar pengamat semata, melainkan seorang saksi sekaligus merupakan bagian dari perjuangan bangsa Indonesia. Elemen ini bisa dimaknai sebagai wujud solidaritas para seniman terhadap perjuangan bangsa. Di tengah kolonialisme yang mendominasi, Raden Saleh tetap memberikan sentuhan tersendiri yang melambangakn keberanian artistik dan intelektual.
4. Jejak Koleksi & Restorasi
Setelah lukisan tersebut selesai dibuat, karya monumental Raden Saleh ini sempat bersinggah di tanah Eropa dan diserahkan kepada Raja Willem III dari Belanda. Kemudian baru pada tahun 1978 mahakarya ini berpulang ke Tanah Air, sebagai bagian dari restitusi warisan budaya. Sejak itu, lukisan tersebut menjadi koleksi tetap Istana Kepresidenan Yogyakarta dan berstatus sebagai cagar budaya nasional. Tidak hanya sekadar menjadi koleksi saja, karya ini juga mengalami proses perawatan intensif. Pada tahun 2015, lukisan tersebut direstorasi dan dipamerkan dalam pameran “Aku Diponegoro” di Galeri Nasional. Pameran ini berhasil menarik banyak pengunjung, termasuk para generasi muda.
Baca juga, 10 Lukisan Indonesia Terkenal yang Mendunia
5. Warisan dalam Perspektif Visual dan Politik
Perbedaan yang terlihat antara versi Pieneman dan Raden Saleh tidak terletak pada gaya artistiknya saja, tetapi terdapat perbedaan sudut pandang politik yang cukup kental. Pieneman mengabadikan penangkapan Diponegoro sebagai sebuah akhir dari perjuangan yang panjang, sementara itu Raden Saleh memilih untuk menampilkan peristiwa itu sebagai simbol keberanian, ketegaran, dan perlawanan pada kolonialisme.
Ketika melihat lukisan ini, maka seakan Anda membaca teks sejarah yang diukir kembali dari perspektif bangsa yang dijajah. Saleh dengan beraninya mengubah sebuah kanvas menjadi medium perlawanan serta menjaga martabat bangsa. Tak heran jika karya ini sering disebut sebagai manifesto visual yang melampaui zamannya.
Baca juga, Keindahan Nyata! 6 Contoh Lukisan Naturalisme yang Memukau
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh adalah lebih dari sekadar mahakarya seni. Ia adalah simbol perlawanan, kritik kolonial, sekaligus kebanggaan bangsa Indonesia. Dengan menikmati lukisan Raden Saleh Diponegoro, berarti menyelami perpaduan antara keindahan estetik dan narasi perjuangan.
Foto teaser: museumdiponegoro.com
-