-
Floating Utopias: Terbaru dari ArtScience Museum 2019!
Saat Anda browsing atau mencari rekomendasi destinasi wisata ke Singapura, ArtScience Museum tentu masuk dalam daftar teratas. Dengan bentuk pameran yang interaktif, museum ini menjadi tempat belajar dan bermain untuk segala usia, profesi, dan latar belakang. Tak sedikit pula, sudut-sudut pameran ini menjadi instagrammable spot.
Desain ArtScience Museum di Bayfront karya Moshe Safdie pada tahun 2011 / Visit Singapore
Baca juga, Ikon Baru Singapura, Jewel Changi Airport Kilau Dunia
ArtScience Museum yang memiliki bentuk bangunan yang unik seperti telapak tangan ini adalah museum interaktif yang menggabungkan ilmu pengetahuan dan seni. Tempat ini memiliki 21 galeri di tiga lantai seluas 50.000 meter persegi. Salah satu pameran permanen yang hingga kini diminati adalah Future World, karya teamLab (sebuah kolektif seni interdisipliner Jepang yang terkenal) pada tahun 2011.
Mirror Barricade oleh Tools for Action (Artúr van Balen dan Tomás Espinosa) / Luca Girardini
Ingin terus memberikan sajian yang penuh cerita dan ilmu, ArtScience Museum (ASM) baru saja meresmikan pameran Floating Utopias pada tanggal 25 Mei 2019. Letak pamerannya persis di atas pameran Future World yaitu lantai 3.
SurvivaBall (2016) oleh The Yes Men / Luca Girardini
Floating Utopias adalah sebuah pameran yang mengeksplorasi sejarah inflatables objects dalam seni, arsitektur, dan kegitatan sosial. Nyatanya, balon berisi helium ini telah ada sejak tahun 1783 dalam berbagai peran, mulai dari parade, transportasi, hingga alat bantu penelitian.
Pameran ini menyatukan lebih dari 40 karya seni baik bersejarah maupun kontemporer. Floating Utopias dikuratori oleh Artúr van Balen, Fabiola Bierhoff, dan Anna Hoetjes dari Floating Utopias Foundation.
Atmosfield (1968–71) oleh Graham Stevens / ASM
Eyes in the Sky (2018) oleh Anna Hoetjes / Anna Hoetjes
Baca juga, 14 Panduan Lengkap Liburan Bersama Anak di Singapura
Lebih dari 15 seniman terlibat seperti Ant Farm, Tools for Action (Artúr van Balen dan Tomás Espinosa), Eventstructure Research Group, Anna Hoetjes, Luke Jerram, Franco Mazzucchelli, Ahmet Ögüt, Marco Barotti, Tomás Saraceno, Graham Stevens, The Yes Men, dan UFO.
Floating Utopias disajikan dalam lima bagian: Balloon Fever, Display and Disrupt, Bubble Architecture, Solar Sustainability, dan Vertical Exploration.
Castle of Vooruit (2012) oleh Ahmet Ögüt / Luca Girardin
Saat CASA Indonesia berkesempatan mengikuti exhibition preview, nampak bahwa inflatable objects yang beragam ini mampu membantu sang seniman atau arsitek menyalurkan imajinasi tanpa batasan. Mengapung di udara dan mengklaim sebuah wilayah. Inflatable objects dapat digunakan sebagai penanda saat memulai sebuah keajaiban. Tak ada yang tak mungkin, selama kreativitas itu terus digali.
Dengan penemuan balon udara panas, untuk pertama kalinya umat manusia dapat melampaui batas dari hanya sekedar memijakan kaki di tanah dan mulai mengeksplorasi Bumi dari atas langit.
Walter (2010, direproduksi tahun 2019 seri ke-23) oleh Dawn Ng / ArtScience Museum
Sebagai satu-satunya seniman lokal asal Singapura, Dawn Ng kembali menghadirkan boneka kelincinya bernama Walter dalam ukuran besar. Sejak pertama kali diperkenalkan ke dunia pada 10 tahun lalu, Walter adalah wujud eskpresi serta ajakan bagi setiap manusia untuk kembali melatih pola pikirnya seperti anak-anak yang penuh dengan keingintahuan.
Di tengah-tengah pameran terdapat area workshop. Menggunakan bahan daur ulang dan alat sederhana, pengunjung dapat berpartisipasi peduli lingkungan. Ratusan plastik yang terkumpul akan digabung menjadi instalasi bersama.
Museo Aero Solar workshop space / ArtScience Museum
Baca juga, Praktis! Coba 5 Restoran Wajib di Singapura di 1 Tempat
Sorotan utama termasuk instalasi luar ruangan yang dramatis, Castle of Vooruit (2012), oleh seniman asal Turki, Ahmet Ögüt. Bersama Dawn Ng dan Graham Stevens, Ögüt juga menceritakan tentang karyanya saat press conference Floating Utopias di ASM pada tanggal 23 Mei 2019.
Press Conference Floating Utopia (23 Mei 2019) di ArtScience Museum / CASA Indonesia
Di penghujung pameran, para kurator menyimpan yang terbaik untuk jamuan terakhir, yaitu Museum of the Moon. Merayakan 50 tahun Moon Landing, Luke Jerram asal Inggris menghadirkan balon bulan berdiameter 6 meter yang berkolaborasi dengan hasil foto NASA.
Di sekeliling inflatable objects ini terdapat sun lounger atau kursi santai yang mempersilahkan setiap pengunjung untuk menikmati terangnya bulan hanya dalam sejengkal jari. Honor Harger, selaku Executive Director of ArtScience Museum yang berkesempatan untuk memperjelaskan area ini menyebut bahwa Museum of the Moon adalah area untuk “moon bathing” sekaligus meditasi atau relaksasi.
Museum of the Moon oleh Luke Jerram / CASA Indonesia
ASM menjadi salah satu rumah bagi Museum of the Moon artwork tours. Tour ini diselenggarakan di waktu yang serupa dengan Minnesota, London, dan negara lain. Perbedaan antara satu negara dengan negara lain hanya dari peletakannya saja (outdoor atau indoor), namun ukurannya cenderung serupa. Bentuk topografi permukaan bulan atau kawah pada balon ini menggunakan skala yang akurat, setiap diameter 1 sentimeter mewakili 6 kilometer.
Foto teaser: Museum of the Moon oleh Luke Jerram / Luke Jerram
-