-
Tahun 2020, saat ketika pandemi COVID-19 melanda, begitu banyak orang yang mengalami titik balik dalam hidupnya. Salah satunya adalah seorang pemuda yang memutuskan untuk menutup perusahaan startup nya, meninggalkan hiruk pikuk kota Beijing, dan pindah ke Shaxi, sebuah kota kuno yang ada di provinsi Yunnan, Tiongkok. Ia memiliki harapan yang sederhana, yaitu hidup lebih bebas, dan menemukan ketenangan dalam sebuah hunian yang ia sebut No. 8 House, sebuah rumah yang dirancang oleh studio arsitek asal Tiongkok, xian Architects.
Shaxi adalah kota bersejarah di mana kehidupan telah berlangsung lebih dari seribu tahun. Di sini, masyarakat etnis Bai telah tinggal selama beberapa lintas generasi. Suasana komunitas yang ada pada kota ini terasa sangat kental, hampir setiap orang bisa menari, bernyanyi, dan berkumpul bersama. Setiap sore, lapangan di pusat kota selalu dipenuhi oleh warga yang bermain, bernyanyi, atau sekadar bercengkerama. Dari pusat keramaian itu, No. 8 House hanya berjarak sekitar dua kilometer. Bagi Xiao Bai, sang pemilik rumah, tempat ini adalah ruang di mana dirinya benar-benar feels peace at his own home.
Pengalaman yang diberikan didapatkan dari Shaxi pun merupakan sebuah kesadaran baru, bahwa arsitektur sejatinya tidak hanya tentang bentuk dan teknologi saja, ia lebih dari itu. Sebuah kesinambungan ruang, waktu, sejarah, dan kehidupan sehari-hari menjadi esensi dari suatu arsitektur yang impactful. Rumah bukan sekadar bangunan fungsional, melainkan bagian dari perjalanan manusia memahami dunia, alam, dan dirinya sendiri.
Baca juga, Kolam Renang Mewah, Berikan Sentuhan Elegan pada Hunian Anda
Proyek No. 8 House sendiri terinspirasi oleh visi kebersamaan. Tidak heran bila proyek untuk memperindah Jalan Sideng di Shaxi, sebuah hasil kerja sama ETH Zurich, World Monuments Fund (WMF), dan pemerintah setempat sejak 2001, menjadi referensi yang kuat. Fokusnya bukan semata pelestarian fisik, tetapi menciptakan ruang hidup bersama. Dari sinilah lahir keyakinan bahwa rumah yang nyata adalah rumah yang mampu menampung kesendirian, kegembiraan kolektif, dan ritme kehidupan sehari-hari.
Baca juga, Bukan Rumah Biasa! Hunian Ini Bikin Hidup Lebih Tenang
Secara arsitektur, No. 8 House berdiri di atas lahan yang terbilang cukup sederhana, namun tetap menghadirkan pengalaman ruang yang kaya. Empat bangunan dengan gaya berbeda membentuk sebuah halaman depan yang tersusun dengan rapi. Kompleks ini mencakup menara buku, menara penunjuk matahari, ruang tamu, ruang makan, ruang yoga dan meditasi, kamar utama, serta enam kamar tamu lengkap dengan fasilitas pendukung.
Baca juga, Ayana Segara Bali Rilis Ocean View Residences, Hunian Mewah!
Ketika melihat sisi belakang rumah, Anda akan disuguhkan taman yang berfungsi sebagai dunia kedua. Di sinilah berbagai aktivitas sehari-hari berlangsung, area ini mencakup ruang penyimpanan, gudang anggur, area jemur, bengkel kayu, hingga area berkemah. Kehadiran ruang-ruang ini menunjukkan bagaimana rumah mampu menampung berbagai dimensi kehidupan, mulai dari pekerjaan, hobi, hingga kegiatan sosial.
Namun, kebebasan yang diinginkan pemilik rumah tidak hanya berkaitan dengan tata letak ruang. Lebih dari itu, ia menginginkan sebuah arsitektur yang mampu merespons berbagai kondisi emosional penghuninya. Rumah ini harus peka terhadap momen sunyi, perayaan bersama, hingga dinamika ritme kehidupan sehari-hari. Di sinilah No. 8 House menjadi simbol, yaitu sebuah rumah yang kecil dari segi ukuran, tetapi besar dalam makna.
Baca juga, Inspirasi Hunian Estetik dari Apartemen Food Blogger
Pada akhirnya, No. 8 House di Shaxi bukan hanya sekadar proyek arsitektur, tetapi juga wujud refleksi tentang bagaimana manusia bisa hidup selaras dengan alam, komunitas, dan dirinya sendiri. Melalui rumah ini, Anda diajak untuk melihat bahwa kebebasan sejati dalam bermukim bukan hanya soal memiliki ruang, melainkan bagaimana ruang itu mampu menampung kehidupan dalam segala bentuknya.
Sumber foto: Guowei Liu dan Zhi Xia
-