Di dunia seni rupa yang sering didominasi laki-laki, pelukis perempuan Indonesia berhasil menembus batas. Mereka memadukan teknik kuat, narasi personal, dan pesan budaya, dari eksplorasi abstraksi hingga kritik sosial, spiritualitas, dan warisan budaya. Karya-karya mereka tampil di galeri dan biennale internasional, sekaligus membentuk lanskap seni Indonesia, menunjukkan bahwa seni tanah air mampu bersaing di panggung global sambil tetap menginspirasi.
Baca juga Art Week 2019 Bersama Perempuan Berbicara Seni
1. Christine Ay Tjoe
Maestro abstrak Indonesia dari Bandung ini, merupakan pelukis yang terkenal dengan karya-karya abstraknya. Menyuarakan emosi terdalam manusia melalui garis, tekstur, dan warna yang intens. Ia sering mengeksplorasi tema seperti spiritualitas, konflik batin, dan kondisi manusia. Salah satunya lewat lukisan 'Pleasant Breath of The Black', 2018 yang menggali dualitas hidup manusia, yaitu baik-buruk, terang-gelap dengan inspirasi flora di Bandung. Pameran Christine Ay Tjoe kini ditampilkan di Kunstmuseum Schloss Derneburg, Jerman.
>
2. Siti Adiyati
Siti Adiyati atau lebih dikenal dengan nama Bu Atik adalah pendiri Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia yang aktif sejak 1980-an dan meraih berbagai penghargaan internasional. Lewat karya lukisannya seperti 'Perempuan Penjaga', ia memadukan warna-warna cerah, kontras, dan kadang mencolok untuk menghadirkan simbol kritik dari beban perempuan, kerusakan lingkungan, hingga ketidakadilan sosial. Ciri khas inilah yang dibawa Bu Atik ke pameran “Blero” yang digelar 1–30 Oktober 2025 di Jogja National Museum. Dalam pamerannya, Bu Atik membawa warna-warna yang bukan sekadar indah, tetapi juga bisa menyindir dan mengusik, membuka ruang refleksi tentang realitas sosial.
Baca juga 10 Lukisan Indonesia Terkenal yang Mendunia
3. I Gusti Ayu Kadek Murniasih (Murni)
I Gusti Ayu Kadek Murniasih (Murni) lahir di Tabanan, Bali, 1966 dan dikenal dengan lukisan berani bertema seksualitas, trauma, serta identitas perempuan. Figur-figur tubuh dalam karyanya sering dibuat ganjil, terfragmentasi, sebagai cara menceritakan pengalaman personal tentang seksualitas, trauma, hingga pergulatan identitas perempuan. Lukisan seperti 'Aku Perempuan Berbadan Kuat', 'Jualan Jamu', dan 'Asik Naik ke Bulan' dipamerkan di Seniwati Gallery Ubud, Cemeti Art House Yogyakarta, Nadi Gallery Jakarta, hingga Biennale of Sydney serta galeri di Italia, Australia, dan Hong Kong. Murni wafat pada 2006 di Ubud, Bali akibat kanker ovarium, meninggalkan warisan seni yang berani dan jujur.
4. kartika affandi
anda mungkin mengenal affandi sebagai maestro seni rupa indonesia, tetapi tak banyak yang tahu bahwa putrinya kartika affandi, akrab disapa mami kartika, juga menorehkan jejak penting dalam dunia seni. lahir di jakarta pada 27 november 1934, kartika tumbuh dengan cara melukis yang khas, menggunakan jari dan langsung dari tabung cat ke kanvas. karyanya sering menghadirkan potret diri, figur ayahnya, hingga kehidupan rakyat kecil, selalu sarat emosi dan kejujuran. namanya pun melintasi panggung internasional, tercatat lewat penghargaan bergengsi seperti gold medal academica italia tahun 1980 hingga outstanding artist dari mills college california tahun 1991.
5. arahmaiani
arahmaiani, seniman asal bandung yang kini tinggal di yogyakarta, dikenal sebagai pelopor seni performans di asia tenggara sejak 1980-an. selain performans, ia juga menggunakan seni lukis sebagai medium penyadaran. karyanya telah dipamerkan di berbagai ajang internasional bergengsi, termasuk venice biennale (2003), bienal de são paulo (2002), biennale de lyon (2000), dan asia-pacific triennial, brisbane (1996). dalam seri song of the rainbow (tonyraka art gallery, ubud, 2022–2023), ia mengolah huruf arab pegon menjadi bentuk visual melengkung, bertumpuk, dan penuh warna merah, hijau, kuning, serta biru yang sarat makna spiritual.
6. Sinta Tantra
Sinta Tantra lahir tahun 1979 di New York merupakan seniman berdarah Indonesia–Inggris yang dikenal lewat lukisan geometris penuh warna dan karya public art berskala arsitektural. Terinspirasi film, sejarah, dan identitas Bali, karyanya seperti Modern Times menegaskan pandangan kritis tentang modernitas sekaligus merayakan warisan budaya. Karyanya juga pernah tampil di La Biennale di Venezia 2024, Saatchi Gallery 2022, dan Karachi Biennale 2019.
Baca juga Seniman Indonesia Membuat Karya Seni Seluas 3.300 m2
7. Citra Sasmita
Citra Sasmita adalah pelukis kontemporer asal Bali dengan ciri khas mengangkat mitos budaya, simbol tradisi, dan isu perempuan dalam karya-karyanya. Proyek jangka panjangnya, Timur Merah Project, mengeksplorasi figur perempuan dan narasi pasca-patriarkal, sementara karya lainnya kerap menghadirkan lanskap imajiner berisi api, flora, dan sosok mitologis sebagai simbol energi kehidupan. Karyanya telah tampil di Biennale Yogyakarta (2019), Garden of Six Seasons di Para Site Hong Kong (2020), hingga pameran tunggal Ode to the Sun di Singapura (2020). Pada 2017, ia meraih Gold Award UOB Painting of the Year, yang semakin menegaskan posisinya di kancah seni internasional.
8. ines katamso
lahir di yogyakarta, indonesia, 1990. tinggal dan berkarya di bali, indonesia. ines katamso adalah seniman prancis–indonesia yang karyanya mengeksplorasi ekologi, biologi, dan kosmologi melalui medium berkelanjutan seperti tanah dan plastik daur ulang. karya terbarunya, terraphytic narrative 4 (2025), terinspirasi paleontologi dan melihat fosil sebagai “permata bumi” yang menghubungkan sains dengan mitologi. karyanya telah dipamerkan di biennale de lyon (2024), artjog (2024), dan akan tampil di jakarta biennale (2026) serta white cube (2025).
Baca juga Mengapa Seniman Ines Katamso Disebut Anak Campur?
Karya pelukis perempuan Indonesia telah menembus batas-batas tradisi dan memperluas wacana seni di tanah air. Mereka tampil di galeri dan biennale bergengsi di dalam maupun luar negeri, menghadirkan dialog antara teknik, budaya, dan narasi personal. Beberapa tetap aktif berkarya di Indonesia, memantik diskusi tentang isu sosial dan lingkungan, sementara yang lain mengeksplorasi warisan budaya dan hubungan manusia dengan alam. Jejak mereka membuktikan bahwa seni rupa Indonesia tidak hanya kompetitif di panggung global, tapi juga kaya akan cerita, makna, dan inspirasi bagi generasi seniman selanjutnya.